Menuju Pemilu 2024 Yang Riang
Gembira
Oleh Anzhar Ishal A, M.Pd
Komisioner Panwaslu Kecamatan Cimahi Utara Kota
Cimahi
CIMAHI-NUANSA INSPIRASI.COM || Pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Melalui pemilu setiap
warga Negara dapat menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin bagi
daerahnya maupun bagi negaranya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD,
serta anggota DPRD.Diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilu
seringkali di identikan sebagai pesta rakyat, namun demikian pada
hakikatnya pemilu merupakan salah satu cara atau alat guna meraih
kekuasaan yang dilegalkan oleh undang-undang. Sehingga seringkali para
peserta melakukan berbagai macam cara guna meraih kekuasaan tersebut.
Tidak jarang pula upayaupaya tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, seperti black campaign hingga money politic.
Dewasa
ini, perkembangan media sosial di dunia termasuk Indonesia sangatlah
pesat. Dan tidak dapat dipungkiri setiap orang Indonesia saat ini begitu
gemar berselancar di media sosial. Media social ini tentu memiliki
dampak positif dan negatif, dimana salah satu dampak positifnya adalah
mudah dan cepatnya seseorang dalam mendapatkan informasi. Disisi lain
salah satu dampak negatif dari media sosial ialah seringkali digunakan
oleh oknum-oknum tertentu untuk menyebarkan berita-berita bohong/hoax
serta isu SARA. Sehingga dapat menimbulkan perselisihan diantara
masyarakat.
Seperti
yang kita ketahui bersama di pemilu tahun 2019 isu SARA ini menjadi
salah satu isu paling trend/hit di masa itu. Dan efeknya pun masih
terasa hingga saat ini. Dimana seolah-olah masyarakat Indonesia terbelah
menjadi dua kubu. Padahal sejatinya pemilu merupakan sarana perwujudan
dari kedaulatan rakyat.Seperti yang diungkapkan oleh Budiardjo (2007)
menyatakan bahwa kedaulatan adalah suatu kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara yang betujuan untuk membuat Undang-Undang dan mengatur bagaimana
pelaksanaan atau penerapan dari Undang-Undang yang telah dibuat.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pemilu merupakan
wujud dari kedaulatan rakyat itu sendiri.
Selanjutnya Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU)
merupakan bagian dari penyelenggara pemilu. Kedua lembaga ini tentunya
memiliki peran penting dalam pelaksanaan dan perwujudan pemilu yang
langsung, umum, bebas, jujur, dan adil.
Sebagai lembaga
penyelenggara, tentunya KPU dan Bawaslu harus mampu bersikap objektif
dalam setiap melaksanakan tugasnya. Selain itu kedua lembaga ini pun
harus mampu menjadi motor penggerak utama dalam hal mensosialisasikan
dan mewujudkan pemilu yang bersih dari hoax, dan meminimalisir ujaran
kebencian, isu SARA serta money politik.
Dalam mewujudkan hal
tersebut tentunya harus mendapatkan dukungan dari berbagai elemen maupun
stakeholder terkait, baik itu dari pemerintah, partai politik, maupun
partisipasi aktif dari masyarakat.
Misalnya, Partai politik
selain sebagai peserta dalam pemilu, juga dapat berperan sebagai sarana
pendidikan politik bagi masyarakat. Hayer (dalam Kartono, 2009, hlm.64)
menjelaskan bahwa “pendidikan politik ialah usaha membentuk manusia
menjadi partisipan yang bertanggung jawab dalam politik”. Pendidikan
politik diartikan sebagai pendidikan yang mewajibkan warga negara
mengenali hak dan kewajiban agar masyarakat tahu tentang moral.
Dari
sini dapat kita lihat bahwa proses pendidikan politik adalah proses
pendewasaan individu dalam berpolitik.Dalam hal ini kartono (dalam
Sadel; dkk, 2009, hlm.13) memberikan penjelasan tentang pendidikan
politik sebagai berikut:
Bentuk pendidikan bagi orang dewasa dengan
jalan menyiapkan kaderkader untuk pertarungan dan mendapatkan
penyelesaian politik, agar menang dalam perjuangan politik.Pendidikan
politik merupakan upaya pendidikan yang disengaja dan sistematis untuk
membentuk individu agar menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara
etis dalam mencapai tujuan politik.
Dari pendapat diatas
mengindikasikan bahwa pendidikan politik secara umum mempunyai makna
yakni usaha untuk mengantarkan sebuah komunitas masyarakat baik itu
komunitas intelek maupun komunitas politik agar menjadi semakin dewasa
dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan
kata lain menjadikan warga negara yang cerdas dan bertanggung jawab
(civic responsibility).Kemudian peran serta masyarakat atau partisipasi
masyarakat dalam pemilu pun menjadi penting mengingat setiap warga
Negara yang telah memiliki hak untuk memilih maupun dipilih dalam pemilu
dapat menjadi penentu siapa saja yang berhak menjadi wakil mereka di
pemerintahan. Rush dan Althoff (2011, hlm.23) menjelaskan bahwa,
“partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai bermacam-macam
tingkatan di dalam sistem politik”.
Di negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang kemudian dilaksanakan secara bersama-sama untuk menetapkan tujuan-tujuan masyarakat itu serta untuk menentukan orang-orang yang akan menjadi pemimpin di masyarakat tersebut.
Setiap
anggota masyarakat yang ikut serta dalam proses politik, misalnya dalam
kegiatan pemilihan umum atau pemberian suara, setiap individu secara
sadar terdorong oleh keyakinan bahwa kegiatan tersebut dapat menyalurkan
aspirasi atau kepentingannya dan sedikitnya mampu mempengaruhi
pihak-pihak yang berwenang untuk membuat keputusan akan sesuai dengan
apa yang di butuhkan oleh masyarakat.Sehingga apabila ketiga elemen
tersebut dalam hal ini penyelenggara pemilu, partai politik, dan
masyarakat saling bergotong royong menjalankan peran serta memahami
tugas dan fungsinya masing-masing, maka mewujudkan pemilu 2024 yang
riang gembira bukanlah sesuatu hal yang utopis.***